INSPIRASIJATENG.COM – Puluhan Umat Hindu menggelar upacara Taksu Bali atau mengembalikan roh Candi Lumbung yang kini telah tersusun di lokasi baru, yakni Desa Sengi Kecamatan Dukun Kabupaten Magelang, Jumat (18/10/2024) kemarin. Prosesi tersebut menjadi bagian penting pelestarian Candi Lumbung setelah proses dua kali pindah karena ancaman bencana Erupsi Gunung Merapi.
Koordinator pemindahan Situs Candi Lumbung pada Balai Pelestarian Kebudayaan (BPK) Wilayah X Eri Budiarto mengatakan, ritual ini digelar setelah dua periode proses pemindahan Candi Lumbung karena sejumlah faktor, diantaranya dibutuhkan peralatan dan terbatasnya anggaran, meski jika dikebut hanya butuh waktu satu tahun.
Hari ini, imbuhnya, kita mengacu UU No. 17 Objek Kemajuan Kebudayaan, sehingga tidak hanya fokus terhadap benda cagar budaya, tapi juga objek kemajuan ibadahnya, seperti upacara ibadah yang sering dilakukan terhadap Candi Hindu maupun Buddha.
Saat pembongkaran juga digelar upacara pengambilan taksu atau roh dari bangunan candi yang semula disimpan dan setelah selesai pemugaran kita kembalilkan ke bangunan candi.
“Hari ini kita melakukan upacara pengembalian roh itu sesuai tradisi dari masyarakat Hindu Bali,” jelasnya.
Eri menjelaskan, Candi Lumbung semula berada di bantaran Sungai Pabelan, Desa Sengi, namun karena ancaman banjir lahar dingin Merapi pada 2010, struktur bangunan Candi Lumbung dipindah ke lokasi sementara, yakni di Desa Tlatar Kecamatan Sawangan Kabupaten Magelang.
Setelah lebih 13 tahun di tanah kontrakan, akhir 2023 Candi Lumbung kemudian dipindah kembali ke tanah Desa Sengi Kecamatan Dukun yang merupakan lokasi saat ini.
Dalam proses penyusunan BPK Wilayah X mengembalikan batu Candi Lumbung sebatas maksmimal yang ada yakni 75 persen dan selebihnya merupakan susunan batu baru.
Hal itu, menurut Eri, secara kontruksi, demi keamanan struktur candi maupun pengunjung. Di samping itu bagian tubuh dan atap (batu kulit) Candi Lumbung setinggi 17 meter juga telah hilang dan belum ditemukan hingga saat ini dan tahap selanjutnya adalah penataan lingkungan candi agar lebih nyaman dan aman.
“Kemungkinan pada saat terjadi bencana Merapi hilang terseret arus banjir lahar dingin,” paparnya.
Ritual pengembalian taksu/roh Candi Lumbung dipimpin oleh sejumlah tokoh agama Hindu Bali, di antaranya Ida Pedanda Gede Dwaja Tembuku, Ida Pedanda Gede Karang Kerta Udyana, dan Ida Pedanda Gede Intaran Kramas.
Prosesi diawali dengan pembacaan mantra dan lonceng persembahan. Puluhan umat Hindu yang hadir terlihat duduk bersila penuh khidmat di depan meja altar sesaji dan dupa.
Ida Pedanda Gede Dwaja Tembuku mengatakan lokasi baru Candi Lumbung saat ini sudah sangat sesuai karena jika dilihat letak Candi Lumbung yang semula berada di pertemuan aliran Sungai Pabelan yang berhulu di Gunung Merapi, maka keberadaan roh akan berada di barat laut barat daya.
“Di sinilah posisi candi paling tepat sesuai ajaran Hindu, yakni sebagai simbol kemakmuran,” ungkap Dwaja Tembuku usai ritual.
Menurutnya, tanah baru Candi Lumbung akan menghasilkan oksigen.
“Tanpa oksigen kita tidak bisa hidup. Jadi ini taksu ini akan memberi warna, memberi penghidupan yang sangat terkait dengan keberadaan Candi Asu, dan Candi Pendem,” ungkapnya.
Berdasar ajaran Hindu, lanjutnya, bentuk candi tersusun atas Lingga dan Yoni. Keberadaan lingga adalah simbol gunung, dan yoni adalah segara atau air. Sehingga candi merupakan lambang dari gunung yang berarti hulu kemakmuran. Sehingga pelaksanakan prosesi ini untuk memberi kekuatan atau menghidupkan kembali roh Candi Lumbung untuk kesejahteraan masyarakat sekitar.
“Selain itu juga kita menghidupkan kembali budaya nusantara karena budaya adalah simbol suatu bangsa. Kita boleh beragama berbeda-beda tapi satu budaya kita sama yakni budaya nusantara budaya Indonesia yang perlu dilestarikan,” pungkasnya. (nda/red)