INSPIRASIJATENG.COM – Mengembangkan koleksi lokal Kabupaten Magelang di Perpustakaan Daerah, Dinas Perpustakaan dan Kearsipan (Dispuspa) menyelenggarakan bedah buku terhadap 2 buku karya penulis dan sastrawan dari Kawasan Wisata Borobudur.
Kegiatan Bedah Buku dibuka oleh Kepala Dispuspa, Wisnu Argo Budiono di ruang Ghraha Seba Dispuspa Kabupetan Magelang.
Kepala Dispuspa menyampaikan kegiatan ini dilaksanakan dalam rangka untuk memperkaya muatan lokal Kabupaten Magelang dikhasanah Pustaka Dispuspa yang sampai saat ini belum banyak tersedia.
Dua buku yang dibedah dalam forum tersebut adalah buku Explore Borobudur Karya Lily T Erwin, Warga Borobudur yang diterbitkan oleh Penerbit Gramedia Utama dan buku berjudul Anak Gethuk karya sastrawan kondang warga Kecamatan Mungkid Triman Laksana. Anak Gethuk adalah sebuah e-book terbitan Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa. Rabu (12/7/2023).
Bedah buku tersebut menghadirkan pembahas bernama Alif Lukmanul Hakim, seorang akademisi dari sebuah perguruan tinggi di Yogyakarta. Pada kesempatan tersebut Alif menyampai kedua buku tersebut kaya dengan nilai-nilai lokal atau local wisdom yang patut diangkat ketingkat lebih global.
βNilai-nilai keuletan, kerja keras, kerjasama, keakraban, kesedehanaan, inilah nilai yang diangkat dalam buku tersebut dankeberadaan Borobudur pasti membawa makna filosofis bagi lingkungan di sekitarnya,β jelas alif.
Hal yang sama dikemukakan oleh orang dari Kemenag bernama Fauzi yang mengatakan bahwa kedua buku itu membawa pesan mendalam tentang kearifan lokal bangsa Borobudur yang lebih bermanfaat bagi. βSaat generasi muda banyak memperhatikan budaya Korea dan tidak menengok budaya di kanan kiri,β ujarnya
Pada kesempatan itu, Triman Laksana peraih penghargaan Rancage pada tahun 2015 untuk kumpulan sajak berjudul Sepincuk Rembulan mengemukakan, bahwa buku Anak Gethuk ini menceritakan keuletan seorang anak penjual gethuk yang berhasil menjadi juara olah raga Kecamatan di Borobudur.
“Sementara itu Lily mengaku menulis buku jelajah Borobudur karena nilai-nilai lokal yang dipahami masyarakat. “Ini saya tidak melihat pengemis atau orang terlantar. Karena masyarakat Borobudur itu peduli,” jelasnya.
Nilai-nilai kepercayaan kepercayaan begitu dalam terasa. “Rumah warga selalu terbuka. Pagar rumah tidak ada yang permanen. Pagar rumah adalah tanaman,” terang Lily.(dmf/α΅α΅Λ‘)