MAGELANG RAYA, inspirasijateng.com – Sekolah dasar dan menengah di Kabupaten Magelang didorong untuk melaksanakan pembelajaran pendidikan kepercayaan bagi peserta didik penghayat kepercayaan. Terlebih, hal ini sudah menjadi perintah Permendikbud Nomor 27 Tahun 2016.
Sejak Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan 27/2016 tentang Layanan Pendidikan Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa pada Satuan Pendidikan diresmikan, para murid dengan kepercayaan berbeda dengan enam agama resmi di Indonesia semakin diakomodasi.
Kendati demikian, menurut Sekretaris Dewan Musyawarah Daerah Majelis Luhur Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa Indonesia (DMD MLKI) Kabupaten Magelang, Agung Nugroho, penerapannya belum di semua sekolah dan masih menemui sejumlah kendala.
Pendidikan kepercayaan baru diajarkan di empat sekolah di Kabupaten Magelang, yakni SD N 1 Kapuhan, Kecamatan Sawangan; SD N Dampit, Kecamatan Windusari; SMP N 2 Kaliangkrik; dan SMP N 2 Sawangan. Dari empat sekolah, jumlah murid penghayat kepercayaan yang tercatat sebanyak 11 orang.
“Satu, dua minggu ke depan kami akan membuat pakta integritas dengan instansi terkait implementasi Permendikbud Nomor 27 Tahun 2016,” ujar Agung dalam keterangannya yang diterima Suara Merdeka, Minggu (9/7/2023).
Agung menyebut, usai pakta integritas disepakati, inventarisasi kendala penerapan Permendikbud 27/2016 baru akan dilaksanakan. Kendala seperti keberatan terhadap murid penghayat, misalnya, juga akan diinventarisasi.
Agung menyampaikan, belum lama seorang siswa di SD N 1 Kapuhan sempat diejek oleh sesama siswa karena kepercayaan yang ia anut. “Sempat agak sedikit mengguncang (mental) anaknya, tapi kami sudah bantu (pendampingan),” bebernya.
Jumlah guru–yang disebut penyuluh kepercayaan–yang terbatas juga menjadi persoalan. Terutama, penyuluh yang memiliki sertifikasi Badan Nasional Sertifikasi Profesi (BNSP).
Di Kabupaten Magelang, hanya terdapat empat penyuluh kepercayaan yang punya sertifikasi BNSP. Salah satunya adalah Agung.
Isu kesejahteraan penyuluh kepercayaan turut menjadi masalah. Para penyuluh masih dibayar seikhlasnya. Sekitar Rp100.000 sampai Rp300.000 per bulan, ini pun dibiayai oleh Direktorat Kepercayaan terhadap Tuhan YME dan Masyarakat Adat, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi.
Agung menambahkan, idealnya penyuluh yang mengajar kepercayaan berasal dari kalangan kepercayaan internal tersebut atau warga lokal sekitar.
Namun, tidak masalah pula bila penyuluh lulusan bangku kuliah tersebut, misalnya dari jurusan Kepercayaan terhadap Tuhan YME di Universitas 17 Agustus, Semarang, Jawa Tengah.
“Mereka (mahasiswa jurusan Kepercayaan terhadap Tuhan YME) juga sudah diterjunkan ke lapangan (sekolah) langsung sambil menunggu studinya selesai,” tambah Agung.