KLATEN- Haul Agung Sadranan di makam Sunan Pandanaran, Desa Paseban, Kecamatan Bayat, Klaten, berlangsung khidmat. Haul itu dimeriahkan dengan berbagai kirab tradisional diikuti ratusan warga dengan antusias melanjutkan tradisi turun-temurun tersebut.
“Acara Sadranan dimulai pukul 07.00 WIB, diawali dengan kirab. Berupa kirab jodang, kirab tumpeng, kirab gunungan, kirab tenong disertai kesenian reog,” kata Kabid Kebudayaan Dinas Kebudayaan Pemuda Olah Raga dan Pariwisata Pemkab Klaten, Widowati, kemarin malam.
Tradisi haul Sadranan itu, sebut Widowati, merupakan agenda rutin tahunan di makam tokoh penyebar agama Islam tersebut. Tahun ini dilaksanakan dengan beberapa rangkaian kegiatan.
“Ada beberapa rangkaian dimulai sejak 14 Maret dengan pasang singep (kain penutup) di Makam Sunan Pandanaran, 18 Maret ada pengajian akbar di Masjid Agung Sunan Pandanaran, 19 Maret malam Midodareni di Makam Sunan Pandanaran. Senin ini Sadranan kirab, reog dan tahlil sampai wayang kulit di area parkir,” papar Widowati.
Kirab diawali dari rumah kepala desa sampai kompleks makam Sunan Pandanaran di Bukit Jabalakat. Kirab itu diikuti oleh paguyuban pedagang, paguyuban ojek, dan Paguyuban Kawula Keraton Surakarta (PAKASA).
“Kirab diikuti berbagai elemen masyarakat. Sesampainya di pendapa kompleks makam Sunan Pandanaran warga menggelar doa bersama, gunungan diperebutkan dan ziarah ke makam Sunan Pandanaran dan leluhur warga,” imbuh Widowati.
Kades Paseban, Kecamatan Bayat, Eko Tri Raharjo menyatakan haul Agung Sadranan jatuh tiap tanggal 27 Ruwah setiap tahun. Prosesi Sadranan dimeriahkan dengan kirab.
“Kirab dari rumah saya, tadi dari Keraton Surakarta ikut juga. Setelah itu sore dilanjutkan karawitan dan malam ini wayangan,” jelas Eko kepada wartawan.
Dijelaskan Eko, rangkaian acara haul sendiri sudah dimulai sejak Minggu (19/3). Diawali dengan penggantian kain penutup makam Ki Ageng Pandanaran.
“Setiap setahun sekali kain penutup diganti. Malam Midodareni dengan pembacaan macapat dan saat Sadranan dengan kirab jodang, tumpeng dan lainnya ,” imbuh Eko.
Kepala Desa Paseban, Albertus Eko Tri Raharjo mengatakan sadranan di Desa Paseban sendiri diadakan setiap 27 bulan Ruwah atau Syaban.
βSetiap tanggal 27 ruwah sendiri Desa Paseban mengadakan tradisi sadranan, biasanya kami adakan serangkaian kegiatan yang dipusatkan di komplek pemakaman Kyai Ageng Pandanaran,” ujar Eko.
Rangkaian acara Haul Agung Sunan Pandanaran dimulai dengan pasang singep atau langse yakni mengganti kain kafan penutup nisan. Mengganti kain kafan penutup nisan makam Sunan Pandanaran dilakukan setahun sekali.
Berlanjut malam sebelum hari sadranan diadakan midodaren, dengan kesenian laras madyo dan mocopat. Selain itu ada prosesi kirab Jodang dalam acara tersebut.
Terdapat dua gunungan yang berisi hasil pertanian dan jajanan anak, 20 tumpengan dari RW Desa Paseban, dan tenongan dari paguyuban pedangang, tukang ojek, maupun parkir tempat wisata religi Sunan Pandanaran yang dibawa dalam kirab.
“Jadi gunungan diarak dari rumah saya dan dibawa ke lokasi kompleks pemakaman Sunan Pandanaran. Pihak keraton Solo juga ikut sandranan,” ujarnya, seperti dilasir dari tribunjateng.
Eko memaparkan bahwa sadranan tahun ini juga merupakan sadranan pertama setelah sempat berhenti 3 tahun akibat pandemi. (dtc/trb/muz)